info media
PONOROGO — Pernikahan seharusnya menjadi tempat bagi orang untuk saling mengasihi dan menerima kekurangan antarpasangan. Namun, hal itu tidak terjadi pada pasangan asal Kabupaten Ponorogo, Tarno dan Narti.Rumah tangga pasangan yang sudah menikah sejak belasan tahun lalu itu kandas gara-gara faktor ekonomi. Tarno yang merupakan warga Kecamatan Pulung, Ponorogo, menceritakan sudah 16 tahun menjalin pernikahan dengan Narti. Keduanya dikaruniai dua anak, yang satu bersekolah di SMA di Cepu dan satu anak masih duduk di bangku sekolah dasar.
PONOROGO — Pernikahan seharusnya menjadi tempat bagi orang untuk saling mengasihi dan menerima kekurangan antarpasangan. Namun, hal itu tidak terjadi pada pasangan asal Kabupaten Ponorogo, Tarno dan Narti.Rumah tangga pasangan yang sudah menikah sejak belasan tahun lalu itu kandas gara-gara faktor ekonomi. Tarno yang merupakan warga Kecamatan Pulung, Ponorogo, menceritakan sudah 16 tahun menjalin pernikahan dengan Narti. Keduanya dikaruniai dua anak, yang satu bersekolah di SMA di Cepu dan satu anak masih duduk di bangku sekolah dasar.
Saat ini, Tarno harus mengikuti proses persidangan di Pengadilan Agama Ponorogo karena gugatan cerai yang dilayangkan Narti padanya. “Istri saya mengajukan gugatan cerai awal tahun 2017,” kata dia kepada Madiunpos.com di Pengadilan Agama Ponorogo, Senin (6/2/2016).
Perubahan istrinya terjadi sejak empat bulan yang lalu. Narti terus menghindar dan bahkan sudah pisah ranjang dengan suaminya dan lebih memilih kembali ke rumah orang tuanya tanpa seizin Tarno. “Saya tidak tahu mengapa istri saya bisa berubah seperti itu, padahal sebelumnya baik-baik saja,” jelas dia.
Tarno menceritakan pada awal menikah Tarno berinisiatif untuk membiayai istrinya untuk kuliah jenjang D2 di salah satu perguruan tinggi swasta di Ponorogo. Setelah lulus D2, kemudian istrinya dikuliahkan lagi jenjang S1 di salah satu perguruan tinggi swasta di Tuban.
Istrinya yang saat itu sudah mengabdi menjadi guru di salah satu taman kanak-kanak di Pulung pun mendapat tunjangan sertifikasi dari pemerintah. Setelah itu, istrinya mulai mengalami perubahan yang signifikan.
“Padahal yang membiayai kuliah saya. Sebenarnya hal itu biasa karena namanya suami istri kan harus saling mendukung. Tetapi saya kecewa setelah mendapat tunjangan sertifikasi kok malah istri saya berubah,” jelas dia.
Gugatan istrinya yang disampaikan ke PA Ponorogo, kata dia, berkait dengan masalah ekonomi. Namun, Tarno merasa selama ini seluruh kebutuhan rumah tangga sudah dicukupinya. Dia mengaku sebagai petani terkadang memang perekonomian sempat tersendat saat belum masa panen.
Tetapi, menurut dia, hal seperti itu harus menjadi tanggungjawab bersama dan istri harus mendukung suami. “Sawah saya luas dan saya juga punya ternak sapi. Jadi saya bingung kok gugatannya gara-gara masalah ekonomi,” kata dia.
Tarno masih memiliki harapan kepada istrinya agar mencabut gugatan cerai itu. Demi masa depan kedua anaknya yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang.