Rabu, 08 Februari 2017

Pria di Madiun Ini Akhirnya Bisa Hidup Bebas setelah 7 Tahun Hidup dengan Kaki Dirantai


MADIUN - Handoko (30) tampak tegang saat petugas dari Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK) dibantu seorang tukang berusaha memotong rantai yang mengikat kakinya, Selasa (7/2/2017) pagi.
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) ini sudah sekitar tujuh tahun hidup dengan rantai terikat di kedua kakinya. Rantai dan gembok itu sengaja dipasang orangtuanya karena ia kerap mengamuk dan memukul orang di rumah.
Pagi itu, disaksikan anggota Polsek Wonoasri, programmer kesehatan jiwa Puskesmas Wonoasri, perangkat desa, anggota TKSK, dan keluarganya, rantai besi yang sudah sekitar tujuh tahun terikat di kakinya akhirnya dilepas menggunakan gerinda elektrik.
"Sampun (sudah) enteng ," kata Handoko saat ditemui di rumahnya, RT 04 RW 01 Desa Plumpungrejo, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun.
Seorang anggota Polsek Wonoasri yang ikut dalam kegiatan itu kemudian menasehatinya agar setelah rantai dilepas, dia tidak lagi memukul ibu dan kakaknya.
"Nanti jangan pukul-pukul lagi ya. Kalau pukul, nanti pak polisi datang ke sini lagi," kata seorang petugas yang mengenakan seragam polisi.
Anak bungsu dari tujuh orang bersaudara ini pun mengangguk sambil tersenyum
Hartono, kakak kandung Handoko yang keempat, menceritakan adiknya hanya mengenyam pendidikan hingga bangku SMP.
Sebelum mengalami gangguan jiwa adiknya sempat ikut bekerja di sebuah rumah makan bersama dia Surabaya. Selain itu, Handoko juga pernah bekerja di pabrik kayu.
Hingga akhirnya, adiknya mengalami gangguan jiwa sekitar tahun 2008 silam. Pada saat itu, Handoko yang baru saja selesai melaksanakan salat magrib berjamaah tiba-tiba seperti ditendang makhluk halus kemudian pingsan.
"Katanya ditendang makhluk halus, setelah selesai salat magrib di mushola, lalu pingsan," kata Hartono.
Sejak itulah, Handoko mengalami gangguan jiwa. Handoko kerap marah tanpa sebab dan suka memukul ayahnya.
"Dia jadi mudah tersinggung. Biasanya kalau minta rokok tidak segera dikasih, dia langsung ngamuk," kata Hartono.
Dikatakan Hartono, tak sekadar mengamuk, biasanya Handoko juga suka memukul kemudian lari keluar rumahnya.
Hingga akhirnya, sekitar 2010, dua kaki Handoko diikat rantai dan digembok. "Makanya kami pasang rantai di kakinya, supaya tidak lari," katanya.
Hartono menuturkan, almarhum ayahnya sudah membawa adiknya berobat ke rumah sakit dan ke sejumlah pondok, namun tidak berhasil.
Beberapa tempat yang pernah didatangi di antaranya adalah UPT Rehabilitasi Sosial eks psikotik Kediri, RSJ Solo, RSJ Menur di Surabaya.
Hartono mengatakan, ketika dirawat di RSJ Solo, adiknya pernah melarikan diri dan pulang ke rumah. 
"Belum satu bulan, sudah kabur, pulang ke rumah," katanya.
Sementara itu, Hariningsih (45) kakak kandung korban mengaku sedikit khawatir setelah rantai yang mengikat kaki Handoko dilepas.

"Saya masih sedikit trauma, takut kalau dia mengamuk lagi," kata Hariningsih.
Sementara itu, ibu kandungnya, Sumiyati (65) mengaku lega, rantai yang mengikat putranya sudah dilepas. Sebagai orangtua, dia mengaku tidak tega melihat Handoko hidup dengan kaki terikat setiap hari.
"Kalau saya sudah lama ingin agar rantainya dilepas. Kasihan, dia kan sudah besar," katanya.
Sementara itu, programer kesehatan jiwa dari Puskesmas Wonoasri, Sujarwo menuturukan, sebelumnya keluarga sempat menolak pelepasan rantai. Alasannya, khawatir Handoko akan mengamuk lagi.
Namun, setelah dilakukan sosialisasi dan pemahaman, keluarganya menyetujui.
"Tadi waktu kami kesini sempat menolak, tapi setelah kami beri penjelasan bersedia," katanya.

Sujarwo mengatakan, selama satu hingga dua hari ke depan Handoko masih dalam tahap pengawasan. Selain itu, Handoko juga mendapatkan obat-obatan untuk mengobati masalah kejiwaannya.
Load disqus comments
Comments
0 Comments

0 komentar