info media PONOROGO - Seorang pensiunan PNS di Ponorogo, Jawa Timur, bernama Sutrisno (56) berhasil mengembangbiakan tanaman buah sawo raksasa atau Mamey sapote (Pouteria sapota) yang merupakan species tanaman pohon sawo dari Amerika Tengah
Ditemui di kebun buah miliknya di Jalan Rumpuk no107 B, RT 001/RW 004, Kelurahan Kertosari, Kecamatan Babadan, Ponorogo, Sutrisno menceritakan bagaimana awalnya ia tertarik menanam sawo raksasa itu.
"Saya dulu belinya dari penjual bibit tanaman buah di Demak, harganya sekitar Rp 3,5 juta, " kata ayah dua anak ini.
Setelah empat tahun ditanam di kebunnya, tanaman sawo yang masih langka itu sudah mulai berbuah. Pohon sawo yang memiliki tinggi sekitar sepuluh meter itu kini sudah berumur sekitar sepuluh tahun.
Sutrisno menuturkan, disebut sawo raksasa karena ukuran buahnya memang lebih besar bila dibandingkan ukuran sawo lokal.
Satu buah mamey sapote yang sudah matang memiliki panjang sekitar 20 cm dan berdiameter 30 cm serta berat sekitar 3 kg. Di bagian dalam buah, terdapat satu biji.
Namun sayang, dibutuhkan waktu yang sangat lama, mulai dari muncul bunga atau kembang hingga akhirnya matang di pohon dan bisa dimakan.
"Harus masak di pohon, baru enak dimakan. Kira-kira sepuluh bulan, mulai dari kembang sampai benar-benar jadi buah yang matang," katanya.
Sutrisno mengatakan, selain beda ukuran, rasa buah mamey sapote ini juga berbeda dengan sawo lokal. Rasa sawo mamey sapote lebih manis serta tidak berair.
“Daging sawo ini seperti ubi Cilembu, manis dan legit, tidak berair,” katanya.
Ia mengatakan, karena baru memiliki satu pohon, ia belum berani untuk menjual buah sawo mamey sapote itu. Apalagi, buah mamey sapote hanya bisa dipanen sepuluh bulan sekali.
"Biasanya saya kasih gratis kepada tamu yang datang. Tapi bijinya tidak boleh dibawa," katanya.
Namun, bila ada yang tertarik membeli buah sawo mamey sapote ia menjualnya dengan harga Rp 250 ribu per biji.
“Harganya mahal. Saya sayang sama bijinya. Soalnya biji di satu buah hanya ada satu. Kalau ada yang memang benar-benar kepingin baru saya jual, harganya Rp250.000 per buah,” jelas dia.
Karena belum bisa menghasilkan buah sawo dalam jumlah yang banyak, dia lebih memilih untuk mengembangkan bisnis bibit buah sawo mamey sapote.
Dalam sebulan dia bisa menghasilkan belasan bibit sawo dengan cara dicangkok dan stek.
Harga yang ditawarkan untuk satu bibit sawo mamey sapote itu bervariasi mulai dari puluhan ribu rupiah hingga Rp2 juta per bibit.
Harga yang ditawarkan untuk satu bibit sawo mamey sapote itu bervariasi mulai dari puluhan ribu rupiah hingga Rp2 juta per bibit.
"Kalau yang dari biji, umur empat bulan harganya Rp 250 ribu. Kalau yang cangkok umur dua bulan Rp 1 juta hingga 1,5 juta," katanya.
Sutrisno mengaku, sawo raksasa banyak diminati oleh para penghobi dan penggemar tanaman langka. Para pemvelinya rata-rata berasal dari luar kota.
"Saat ini kami baru membuat stek 13 bibit dan semuanya sudah dipesan orang dari Riau,” kata pria yang mengaku belajar berkebun dari majalah dan internet ini.
Selain menjual bibit sawo raksasa, dia juga menjual bibit sawo hasil persilangan antara bibit sawo jumbo dengan sawo manila atau sawo kecik. Untuk bibit sawo hasil persilangan ini dia jual Rp 50 ribu per bibit.
Selain menjual bibit sawo, Sutrisno juga menjual beragam jenis bibit buah-buahan langka. Di antaranya bibit Srikaya jumbo, alpukat jumbo, cempedak king, anggur merah batang, jambu deli, kurma, dan kelapa kopyor.
Sutrisno mengaku dari hasil menjual beraneka bibit sawo dan tanaman lainnya di kebunnya, dalam sebulan dia bisa mendapatkan omzet hingga Rp50 juta.
"Sebulan kira-kira omzetnya ya sekitar Rp 50 juta," kata Sutrisno.
Karena pendapatan yang menggiurkan ini, Sutrisno yang sebelumnya bekerja sebagai PNS di Pemkab Ponorogo akhirnya memutuskan pensiun dini.
"Mestinya saya pensiunnya Agustus 2018, tapi saya mengundurjan diri tahu 2014," katanya.
Saat ini dia sudah memiliki seorang pegawai dan lima anak asuh untuk mengelola kebun seluas 3.000 meter persegi di samping rumahnya.