Jumat, 29 April 2016

Dalam sehari KBRI Di Malaysia, Terima 100 Pengaduan TKI



Setiap harinya ada sekitar 100 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengadu ke Kedutaan Besar Rebublik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia.
Tak hanya persoalan me­nyangkut ketenagakerjaan seperti gaji yang tidak diba­yarkan tapi juga beragam persoalan lainnya semisal kekerasan fisik, trafficking, pelecehan seksual dan lain­nya.
Demikian diungkapkan Mustafa Kamal, Atase Kete­nagakerjaan KBRI Malaysia saat sosialisasi bersama instansi terkait di Sek­re­tariat Dekopin Sumbar Ulak Karang,  Kamis (28/4).
“Kalau angka pastinya berapa kasus yang ditangani KBRI Malaysia sejak awal tahun sampai sekarang. Saya harus lihat data dulu. Na­mun yang jelas setiap ha­rinya di KBRI itu ada 100 TKI yang mengadu,” jelas­nya.
Tapi dikatakannya, domi­nan yang mengadu itu adalah TKI dari Nusa Teng­gara Timur. Sedangkan TKI asal Sumbar, relatif tak ada karena Sumbar selama ini selalu mengirim tenaga ker­ja formal.
“Kalau TKI Sumbar re­la­tif tidak ada masalah kare­na Sumbar tidak mengi­rimkan TKI non formal seperti pembantu rumah tangga dan berangkatnya juga  melalui penyalur TKI resmi,” terangnya.
Dalam acara yang diga­gas oleh DPD Asosiasi Peru­sahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Sumbar yang diketuai Tafyani Kasim itu, Mustafa mengatakan bahwa saat ini tercatat se­kitar 1,3 juta TKI di KBRI Malaysia.
Sementara itu setiap tahunnya ada sekitar 100 ribu job order atau per­mintaan kerja dari negeri jiran tersebut melalui 200 Pelaksana Penempatan Te­na­ga Kerja Indonesia Swas­ta (PPTKIS) legal untuk pengiriman ke Malaysia.
“Jika berangkatnya me­lalui  jalur resmi, tak ada masalah. Bermasalah kalau berangkatnya tidak melalui jalur resmi dan kompetensi TKI kita juga kurang se­hingga kalah saing dari te­naga kerja dari negara lain yang masuk ke sana,” tam­bah dia lagi.
Mustafa juga menga­takan tidak setuju dengan adanya praketek kerja in­dustry (pakerin) siswa SMK ke Malaysia karena itu ada­lah tindakan memanfaatkan tenaga kerja murah, eks­ploitasi tenaga kerja dengan bayaran murah.
“Itu adalah penghinaaan untuk tenaga kerja kita, karena tenaga pakerin diba­yar murah padahal peker­jaan yang dilakukannya sa­ma. Jika paling murah ba­yaran TKI 900 ringgit, pakerin dengan kerja yang sama hanya dibayar 400 ringgit,” jelasnya.
Sementara itu Ketua DPD Apjati Sumbar Tafyani Kasim mengatakan bahwa acara ini digagas oleh Apjati Sumbar sekaitan terjadinya penurunan jumlah TKI yang berangkat ke Malaysia da­lam beberapa tahun ter­akhir.
Dikatakan Direktur Uta­ma PT Andalan Mitra Prestasi itu, sebelumnya jumlah TKI yang dibe­rang­katkan ke Malaysia bisa mencapai 3.500-5.000 orang per tahunnya. Namun be­berapa tahun terakhir ting­gal 1.000-2.000 orang saja.
“Untuk itulah hari ini kita  mengundang instansi terkait di Sumbar, termasuk PPTKIS dan sekolah SMK, agar jumlah TKI yang be­rangkat ke Malaysi abisa kembali meningkat sebab peluang kerja di sana ba­nyak dan bisa jadi solusi mengatasi pengangguran.
Apalagi mulai Juli 2016 ini, gaji pokok TKI itu naik menjadi 1 juta ringgit dari sebelumnya hanya 900 ring­git. Permintaan TKI juga naik dari sebelum-sebe­lumnya. Setidaknya ada 5.000 permintaan kerja dari Malaysia di Sumbar hingga akhir tahun ini,” kata Taf­yani mengakhiri.
Load disqus comments
Comments
0 Comments

0 komentar