Setiap harinya ada sekitar 100 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengadu ke Kedutaan Besar Rebublik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia.
Tak hanya persoalan menyangkut ketenagakerjaan seperti gaji yang tidak dibayarkan tapi juga beragam persoalan lainnya semisal kekerasan fisik, trafficking, pelecehan seksual dan lainnya.
Demikian diungkapkan Mustafa Kamal, Atase Ketenagakerjaan KBRI Malaysia saat sosialisasi bersama instansi terkait di Sekretariat Dekopin Sumbar Ulak Karang, Kamis (28/4).
“Kalau angka pastinya berapa kasus yang ditangani KBRI Malaysia sejak awal tahun sampai sekarang. Saya harus lihat data dulu. Namun yang jelas setiap harinya di KBRI itu ada 100 TKI yang mengadu,” jelasnya.
Tapi dikatakannya, dominan yang mengadu itu adalah TKI dari Nusa Tenggara Timur. Sedangkan TKI asal Sumbar, relatif tak ada karena Sumbar selama ini selalu mengirim tenaga kerja formal.
“Kalau TKI Sumbar relatif tidak ada masalah karena Sumbar tidak mengirimkan TKI non formal seperti pembantu rumah tangga dan berangkatnya juga melalui penyalur TKI resmi,” terangnya.
Dalam acara yang digagas oleh DPD Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Sumbar yang diketuai Tafyani Kasim itu, Mustafa mengatakan bahwa saat ini tercatat sekitar 1,3 juta TKI di KBRI Malaysia.
Sementara itu setiap tahunnya ada sekitar 100 ribu job order atau permintaan kerja dari negeri jiran tersebut melalui 200 Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) legal untuk pengiriman ke Malaysia.
“Jika berangkatnya melalui jalur resmi, tak ada masalah. Bermasalah kalau berangkatnya tidak melalui jalur resmi dan kompetensi TKI kita juga kurang sehingga kalah saing dari tenaga kerja dari negara lain yang masuk ke sana,” tambah dia lagi.
Mustafa juga mengatakan tidak setuju dengan adanya praketek kerja industry (pakerin) siswa SMK ke Malaysia karena itu adalah tindakan memanfaatkan tenaga kerja murah, eksploitasi tenaga kerja dengan bayaran murah.
“Itu adalah penghinaaan untuk tenaga kerja kita, karena tenaga pakerin dibayar murah padahal pekerjaan yang dilakukannya sama. Jika paling murah bayaran TKI 900 ringgit, pakerin dengan kerja yang sama hanya dibayar 400 ringgit,” jelasnya.
Sementara itu Ketua DPD Apjati Sumbar Tafyani Kasim mengatakan bahwa acara ini digagas oleh Apjati Sumbar sekaitan terjadinya penurunan jumlah TKI yang berangkat ke Malaysia dalam beberapa tahun terakhir.
Dikatakan Direktur Utama PT Andalan Mitra Prestasi itu, sebelumnya jumlah TKI yang diberangkatkan ke Malaysia bisa mencapai 3.500-5.000 orang per tahunnya. Namun beberapa tahun terakhir tinggal 1.000-2.000 orang saja.
“Untuk itulah hari ini kita mengundang instansi terkait di Sumbar, termasuk PPTKIS dan sekolah SMK, agar jumlah TKI yang berangkat ke Malaysi abisa kembali meningkat sebab peluang kerja di sana banyak dan bisa jadi solusi mengatasi pengangguran.
Apalagi mulai Juli 2016 ini, gaji pokok TKI itu naik menjadi 1 juta ringgit dari sebelumnya hanya 900 ringgit. Permintaan TKI juga naik dari sebelum-sebelumnya. Setidaknya ada 5.000 permintaan kerja dari Malaysia di Sumbar hingga akhir tahun ini,” kata Tafyani mengakhiri.