Selasa, 24 Februari 2015

Citra DPR naik jika setujui Badrodin jadi Kapolri


LENSAINDONESIA DPR RI berkesempatan menaikkan citra lembaga wakil rakyat, pemerintah dan kepolisian jika menyetujui usulan Presiden Joko Widodo yang mengajukan Komjen Pol Badrodin Haiti sebagai calon Kepala Polri pengganti Komjen Pol Budi Gunawan.
Sebab, figur Badrodin memiliki nilai tinggi dan pantas menjadi orang nomor satu Polri.
“Langkah Presiden Jokowi yang menunjuk Komjen Pol Badrodin sebagai calon Kapolri sudah tepat dari segala aspek, sehingga persetujuan DPR RI atas usulan itu bisa menaikkan citra DPR RI, pemerintah dan Polri di mata masyarakat,” kata Koordinator Pusat Tampung Aspirasi Masyarakat Indonesia (Pustari) Arum Sabil di Surabaya, Senin (23/02/2015).
Menurut Arum, sisi kepangkatan, jabatan dan senioritas Komjen Badrodin sudah sangat layak menggantikan Jenderal Sutarman. Apalagi lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1982 itu mencatat prestasi terbaik dengan meraih gelar Adi Makayasa. “Dengan sederet nilai lebih itu, maka pengangkatan Badrodin juga bisa menyehatkan semangat berkompetisi di tubuh Polri.”
Sebaliknya, tegas Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (MPA Gapperindo) Pusat itu, DPR RI bisa menjadi sentral kebencian masyarakat jika memersulit dan kembali masuk dalam ‘perangkap’ polemik berkepanjangan. “Karena itu, legislatif harus bertindak arif dengan segera menyetujui penunjukan Badrodin Haiti menjadi Kapolri. DPR RI juga harus menyadari bahwa usulan calon Kapolri merupakan hak prerogatif presiden.”
Juru Damai Konflik
Berpembawaan tenang bahkan terkesan sabar dan hati-hati saat berkomentar, Komjen Badrodin sejatinya seorang polisi yang tegas. Indikator tenang dan kesabarannya teruji saat Presiden mengajukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Padahal, sisi jabatan seharusnya menempatkannya sebagai calon Kapolri menyusul keputusan Presiden Jokowi yang memberhentikan Jenderal Sutarman. Jenderal polisi dengan bintang tiga di pundaknya itu tetap menunjukkan loyalitasnya dengan tidak menampakkan gelagat ambisius menjadi Kapolri.
Namun, soal ketegasan menjalankan aturan, Arum menilai, sangat melekat pada pribadi pria kelahiran Umbulsari, Kab. Jember, Provinsi Jatim, 24 Juli 1958 tersebut. Itu tercermin dalam sikapnya saat menyelesaikan konflik antaretnis di Kabupaten Poso, September 2006. Ketika dipercaya menjadi Kapolda Sulawesi Tengah, Badrodin mampu menyelesaikan konflik sosial yang ‘menghancurkan’ kehidupan masyarakat Poso.
“Saya ingat, saat itu sehari setelah dilantik menjadi Kapolda Sulteng menggantikan Brigjen Orgroseno, Badrodin menghadapi kondisi ‘membara’ di wilayah Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kab. Poso, terutama Desa Tangkura dan sekitarnya, yang akrab dengan amuk massa akibat konflik bermotif suku, agama, ras dan antargolongan (SARA),” tutur Arum yang juga Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) itu.
Hampir setiap hari, wilayah konflik yang dihuni penduduk beragama Kristen Protestan, Islam dan Hindu itu, dihiasi demo anarkis warga hingga ledakan bom. Pemicunya adalah penundaan berulang atas rencana eksekusi terpidana mati tokoh kerusuhan Poso Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu. Kelompok muslim menuntut Tibo dkk. segera dieksekusi, sedangkan kelompok nonmuslim menolaknya.
Badrodin pun, kata Arum, tetap meminta agar Tibo dkk. secepatnya dieksekusi agar konflik bisa dihentikan. Dia paham risiko mengeksekusi Tibo dkk. begitu besar, karena pasti mendapat perlawanan keras satu kelompok masyarakat pendukung Tibo. “Namun, Badrodin tetap memerintahkan segera dieksekusi. Meski betul-betul sempat terjadi gejolak di Poso, tetapi terbukti langkah dan keputusan Badrodin tepat. Konflik SARA di Poso akhirnya selesai.” pungkasnya.*


Sumber : lensaindonesia.com

Load disqus comments
Comments
0 Comments

0 komentar