info mediaGoogle sedang tersandung masalah perpajakan. Perusahaan raksasa asal Amerika Serikat tersebut tidak kooperatif terkait pemeriksaan pajak di Indonesia.
Sikap Google itu membuat
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kemenkeu meradang. Ditjen Pajak
pun akan bertindak lebih keras.
Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv
mengatakan, Google menolak untuk diperiksa Ditjen Pajak. Menurut Haniv,
Google memulangkan surat perintah pemeriksaan yang dilayangkan Ditjen
Pajak.
Pengembalian surat tersebut dilakukan
perusahaan asal Amerika Serikat itu satu bulan lalu. Ditjen Pajak bakal
menjadikan penolakan tersebut sebagai bukti permulaan untuk melakukan
tindakan selanjutnya.
"Karena menolak untuk diperiksa, itu adalah indikasi pidana," ujarnya di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, kemarin (15/9).
Sebelumnya,
Ditjen Pajak memang tengah memeriksa empat perusahaan teknologi asal
AS, yakni Google, Facebook, Yahoo, dan Twitter.
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mewajibkan empat perusahaan tersebut menjadi badan usaha tetap (BUT).
Berbeda
dengan Facebook dan Twitter, sebenarnya Google dan Yahoo sudah memiliki
badan usaha di Indonesia. PT Yahoo Indonesia terdaftar sejak 2009. PT
Google Indonesia tercatat sejak 2011.
Meski sudah berbadan usaha Indonesia, menurut Haniv, status Google Indonesia hanya sebagai kantor perwakilan.
Dengan
demikian, mereka tidak melakukan kewajiban pemotongan pajak pertambahan
nilai (PPN) dari iklan yang dibayarkan oleh pemasang. Pemungutan PPh
juga sulit karena mereka hanya menyetorkan penghasilan kepada kantor
pusat.
Haniv mengatakan, investigasi terhadap
Google akan dilakukan setelah program amnesti pajak berakhir. Hal itu
dimaksudkan untuk menjaga iklim perpajakan tetap kondusif bagi wajib
pajak yang ingin mengikuti pengampunan pajak.
Hingga
saat ini, lanjut Haniv, baru Inggris yang berhasil memajaki perusahaan
digital seperti Google. Ditjen Pajak menduga, Google mendapatkan masukan
dari sejumlah pihak dan mengambil langkah menolak diperiksa.
Padahal,
proses tersebut sebenarnya berlangsung sejak beberapa bulan yang lalu.
Para petinggi regional Google dari Singapura juga sudah melakukan
komunikasi dengan petugas pajak.
Bahkan,
rencananya, pihak Google dari AS juga akan datang. "Awalnya, mereka mau
menegosiasikan. Tapi, kemudian entah ada masukan dari mana, surat itu
dibalikkan," imbuhnya.
Selain menolak
diperiksa, Google ogah ditetapkan sebagai badan usaha tetap (BUT) dengan
konsekuensi membayar pajak kepada negara. Haniv menjelaskan, langkah
penindakan serupa akan dilakukan untuk perusahaan digital lainnya,
seperti Twitter, Facebook, dan Yahoo.
"Jadi,
kita akan tunggu akhir September ini. Karena saya mendengar pada akhir
September, kemungkinan akan dibuka lagi keran untuk peningkatan law
enforcement," tegasnya.
Sejauh ini, Ditjen
Pajak mencatat penerimaan pajak hingga pertengahan September atau
menjelang akhir triwulan ketiga tahun ini baru mencapai 48,41 persen
dari target. Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan DJP Kemenkeu Yon
Arsal mengatakan, penerimaan pajak per 13 September 2016 mencapai Rp
656,1 triliun.
Penerimaan tersebut terdiri atas
penerimaan pajak nonmigas Rp 634,5 triliun dan dari pajak penghasilan
(PPh) migas (Rp 21,5 triliun).
Sementara itu, target dalam APBNP 2016 hingga akhir tahun Rp 1.355,2 triliun.