info media
Simposium Tragedi 1965 yang menyangkut Gerakan 30 September (G 30 S) dianggap tidak seimbang.
Simposium Tragedi 1965 yang menyangkut Gerakan 30 September (G 30 S) dianggap tidak seimbang.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai,
hasil simposium yang digelar pemerintah pada 18-19 April 2016 itu,
justru akan menambah persoalan bangsa terkait dengan masalah sejarah.
Pemerintah seharusnya belajar sejarah
tentang peristiwa 1965. "Jadi, pemerintah harus belajar sejarah yang
benar agar kejadian 1965 tidak dibawa kepada kepentingan-kepentingan
politik yang berbeda," ujar Fadli setelah menerima kehadiran Tim
Antikomunis yang dipimpin Mayjen (purn) Budi Sujana di DPR, Senayan,
Jakarta, Senin (2/5).
Menurut dia, peristiwa 1965 murni
dimulai dari upaya pemberontakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia
(PKI). Yakni, dengan menculik dan membunuh tujuh perwira tinggi militer
Indonesia beserta beberapa orang lainnya dalam suatu usaha percobaan
kudeta.
"Jelas itu adalah pemberontakan.
Karena PKI tidak punya kontribusi proklamasi kemerdekaan Indonesia. Saya
kira di dalam sejarah pergerakan Indonesia peran PKI memang tidak ada,"
tegas dia.
Politikus Gerindra itu menuturkan,
simposium yang digelar kemarin terlalu politis bukan kepada pendekatan
kesejarahan. Ada upaya seolah-olah menyalahkan pemerintah atas peristiwa
pembunuhan massal anggota PKI hingga memunculkan wacana pemerintah
harus minta maaf.