Mohammad Hamli, pemuda berusia 28 tahun ini merasa lega dan bahagia. Impian yang selama ini menjadi angan-angan kini menjadi kenyataan.
Kini, ia berhasil memulangkan orang tuanya yang sudah lama menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.
Berbekal jiwa enterpreneur dan Bahasa Inggris, pada 1 Februari 2012 pria kelahiran Pamekasan, 6 November 1988 ini mencoba membangun lembaga kursus bahasa Inggris di Jogjakarta dengan memanfaatkan cafe sebagai tempat kursus.
Hamli mengungkapkan bahwa ide untuk menggunakan cafe sebagai tempat kursus didapatkan dari kebiasaan para mahasiswa Jogjakarta yang sering nongkrong di cafe usai kuliah.
Sebagaimana diketahui, di Kota Gudeg ini, cafe-cafe sangat mudah dijumpai di sekitaran kampus. Terlebih cafe di Jogja memang banyak dimanfaatkan oleh pelajar dan mahasiswa sebagai tempat nongkrong sekaligus berdiskusi dan belajar kelompok.
“Saya menangkap peluang itu. Cafe menjadi tempat yang enak, nyaman dan efektif untuk belajar. Maka tercetuslah nama English Cafe,” terang Hamli.
Awalnya, ide membuat Café Bahasa Inggris, karena alumni UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam ini memang sejak kecil memiliki kemampuan bahasa Inggris yang lumayan bagus.
Selain fasih berbahasa Inggris sejak SMA, Hamli semasa kuliah juga pernah dikirim di Pennsylvania, Amerika Serikat untuk mengikuti program Short Course Study of the United State Institute.
Selain itu dirinya juga beberapa kali pernah dikirim sebagai delegasi konferensi internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Semasa kuliah, Hamli bahkan nyambi bekerja menjadi staf di lembaga kursus di Jogja.
Nah, dari kemampuan yang dimilikinya itulah ia menggagas Café Bahasa Inggris. Dimana orang bisa datang ke Café, bisa belajar Bahasa Inggris secara aplikatif dipandu oleh tutor profesional dengan menyenangkan.
Hingga April 2016, Hamli mengaku, lembaganya sudah membuka 32 cabang yang tersebar di Jogja, Bandung, Malang, Semarang, Solo, Probolinggo, dan Pamekasan.
Berkat kerja kerasnya itu, keinginan untuk meminta orang tuanya berhenti menjadi TKI tercapai.
Hamli bisa membawa pulang kedua orang tuanya yang telah 30 tahun pulang pergi Malaysia- Madura untuk jadi TKI.
“Pada Desember 2013 saya wisuda, saya pulangkan kedua orang tua sekaligus saya minta mereka untuk tidak jadi TKI lagi,
Tidak hanya berhenti untuk target memulangkan kedua orang tuanya, sebagian dari keuntungan yang ia dapat, ia alokasikan dana tiap bulan untuk sosial, menyumbang ke yatim piatu, mengajar ke sekolah atau panti secara gratis, dan membantu orang putus sekolah untk jadi staf atau yang mau kerja.
Hamli berharap agar lembaga kursus yang dirintisnya semakin berkualitas dan bermanfaat.
“Semoga lembaga kursus yang selama ini saya rintis semakin berkualitas dan bermanfaat,” pungkas Hamli