Kementerian ESDM berniat untuk mengatur penjual bensin eceran. Baik yang menjual bahan bakar minyak (BBM) dalam bentuk botolan, atau pompa manual yang biasanya menggunakan nama pertamini. Alasannya, tidak memiliki standar keselamatan, illegal, dan menjual bensin dengan harga tidak wajar.
Dirjen
Migas Kementerian ESDM Wiratmaja Puja di Prabumulih, Sumatera Selatan,
mengatakan kalau seluruh pertamini tidak ada yang mengantongi izin.
Sekarang,
pihaknya sedang dalam proses menggodok kebijakan bagi mereka. "Kami
cari solusinya. Bagaimana bisa legal dan memenuhi unsur keselamatan,"
ujarnya.
Unsur safety menjadi isu penting
penjual bensin eceran. Bukti tidak safety-nya pertamini terlihat dari
beberapa kasus kebakaran yang telah terjadi.
Pertamina
yang tidak memiliki kaitan dengan Pertamini suka dianggap satu
kelompok. Itulah kenapa, Ahmad Bambang menegaskan kalau itu melanggar UU
Hak Cipta. Sedangkan soal detil aturan, alokasi BBM, sampai apa saja
yang dibahas dalam kebijakan diserahkan kepada Ditjen Migas.
Pada Februari 2016 misalnya, ada pertamini di Bali
yang terbakar dan menghanguskan tiga kendaraan. Lebih parah, sebanyak
115 rumah terbakar karena ledakan pertamini di Bima, NTB, pada November
2015.
Lebih lanjut Wirat menjelaskan, meski
berbahaya keberadaan pertamini dianggap membantu distribusi BBM. Banyak
daerah yang tidak memiliki SPBU dalam radius berdekatan. Jadinya, untuk
keperluan sehari-hari warga mengandalkan pertamini. "Itulah kenapa,
perlu ditata supaya menimbulkan pekerjaan yang legal," jelasnya.
Lantaran
masih dibahas, dia belum bisa menyampaikan apa saja poin dalam
kebijakan itu. Yang jelas, aturan akan mengatur soal sistem kesekamatan,
alokasi BBM untuk pengecer, sampai margin atau keuntungan. Seperti
diketahui, harga bensin eceran jauh lebih mahal daripada resminya.
Untuk
premium misalnya, harga di SPBU di Jawa, Madura, dan Bali adalah Rp
7.050 per liter. Di eceran, ada yang mengambil untung sampai Rp 2 ribu
per liter.
Praktik itu dinilai tidak pantas
karena juga terjadi di daerah yang masih mendapat harga subsidi. Penjual
bensin eceran membeli dengan harga murah, tapi menjual lagi lebih
mahal.
Wirat menambahkan, terkait jumlah
pedagang bensin eceran memang tidak terdeteksi Kementerian ESDM. Namun,
diasumsikan jumlahnya sangat banyak dan diyakini tersebar merata di
berbagai daerah. Guru Besar ITB itu berharap segala aturan terkait
penjual bensin eceran bisa selesai di tahun ini. "Ingatkan saya terus
soal aturan itu. Kalau Juni belum ada, ingatkan lagi," pintanya.
Terpisah,
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mendukung keluarnya
kebijakan untuk pedagang bensin eceran itu. Apalagi, BUMN energi itu
merasa dirugikan atas penggunaan nama Pertamini yang dianggap mirip
Pertamina. "Model bisnisnya boleh dan kita dukung. Tapi namanya akan
kita gugat karena melanggar UU hak cipta," jelasnya.
sumber : pojokpitu.com