info media
Peter Tonson, Nahkoda Kapal Tunda Brahma 12 harus berpura-berpura dirinya seorang mualaf demi menyelamatkan diri saat berada dalam tangan penyadera milisi Abu Sayyaf.
Tidak hanya Peter, dua orang teman lainnya juga harus
melakukan hal yang sama agar bisa dibebaskan oleh para perompak yang
menguasai perairan Tawi-Tawi, Filipina.
"Waktu kemari demi menyelamatkan nyawa kita. Saya dan
kawan dua orang," kata Peter di Auditorium Gedung Pancasila Kementerian
Luar Negeri, Jalan Pejambon, Jakarta Pusat, Senin(2/5/2016).
Menurutnya, taktik mualaf yang dilakukan oleh Peter,
karena saat ini sedang terjadi konflik Agama di Filipina. Agar tidak
menghindari konflik, dia dan temannya mengambil taktik seperti itu.
"Sebelum mereka nanya, mereka selalu mengatakan mereka
perang agama. Saya melakukan ini bukan untuk melalukan provokasi, saya
mengatakan saya mualaf," kata Peter.
Lebih lanjut, Peter juga bercerita kebiasaan yang
dijalani para sandera ketika bersama Abu Sayyaf. Kata Peter, para
sandera terpaksa tidur di tanah dan terekadang hanya beralaskan daun
kelapa.
"Tidak sakit, tapi ya, biasalah, gatal-gatal saja," ucap dia.
Dia mengaku sempat mendapat ancaman dan ternyata hal itu
cuma gertakan semata. Ancaman itu dilakukan Abu Sayyaf agar pihak
pemerintah atau perusahaan segera membayar uang tebusan sebesar Rp14,3
miliar.