Gedung WC yang nyaris ambruk berdiri di bekas rumah yang terbakar. Sebuah bangku panjang reot berada di depan bangunan kecil itu. Siapa nyana, di WC reyot itu tinggal sepasang suami istri dan anaknya.
Sepasang suami istri itu adalah Etin (46) dan Tarsem (44). Etin sehari-hari bekerja sebagai tukang becak di sekitar wilayah Purbalingga, Jawa Tengah. Ikut bersama Etin dan Tarsem anak semata wayangnya, Tomi Indra Leksana yang baru berumur 10 bulan. Mereka telah berkali-kali berpindah-pindah tempat dari satu rumah saudaranya ke rumah saudaranya yang lain.
Hingga akhirnya Etin-Tarsem tinggal di bangunan bekas WC di Kelurahan Purbalingga Wetan RT 2 RW 1, Purbalingga, Jawa Tengah, sejak sepekan silam.
![]() |
"Saya terpaksa di situ. Sebelumnya di jalan di emperan toko. Bingung mau ke mana lagi yang penting anak bisa tidur dari pada di emperan dingin jadi tidak tega sama anak. Ini lebih dari cukup (tinggal di WC) dari pada harus tinggal di emperan. Yang penting bisa berteduh," kata Tarsem saat ditemui wartawan di 'rumahnya' itu, Rabu (6/4/2016).
Sehari-hari, untuk memasak air atau makanan untuk anaknya, Tarsem menggunakan tungku kayu bakar yang dibuat oleh suaminya di luar bangunan bekas WC. Sedangkan untuk tidur, biasanya mereka hanya menggunakan karpet dan perlak kecil.
Sebelum menempati bangunan bekas WC tersebut, Tarsem yang sudah empat tahun menikah dengan Etin menumpang di rumah orangtuanya di Desa Karangbanjar, Kecamatan Kutasari, Purbalingga. Tapi seiring berjalannya waktu, suaminya merasa sungkan untuk hidup menumpang. Apalagi ayah dari suaminya tersebut bukanlah ayah kandungnya.
Sedangkan menurut Etin yang penghasilannya tidak menentu dari membecak terpaksa memilih jalan untuk pergi dari rumahnya dan hidup dengan mencoba menumpang dari rumah kerabat dan saudaranya. Namun meskipun dia memiliki 11 saudara, tapi tidak ada dari saudaranya yang memiliki nasib lebih baik dari dirinya. Sehingga dia memutuskan untuk tidak merepotkan keluarganya tersebut.
"Saya diusir, jadi bingung mencari tempat tinggal," kata Etin yang mendapatkan penghasilan sekitar Rp 16-25 ribu per hari.
Karena tidak mempunyai penghasilan tetap, membuat Etin terpaksa harus hidup menumpang hingga terakhir mereka harus tinggal di emperan toko sampai suatu saat mereka bertemu dengan salah satu penumpang yang merasa iba dengan kehidupan mereka dan menawarkan untuk menempati sementara bangunan bekas WC dari sebuah rumah yang pada tahun 2015 luluh lantah akibat kebakaran.
![]() |
"Ada langganan becak yang meminta saya dan keluarga untuk tinggal di situ sementara. Padahal banyak juga warga sekitar yang minta saya untuk pindah dan cari tepat yang layak tapi saya tetep bertahan," ujar dia.
Karena bersimpati, banyak warga sekitar yang menyumbangkan berbagai perabot rumahnya untuk dapat digunakan Etin dan keluarganya seperti aliran listrik untuk lampu, air galon, karpet, hingga kompor untuk masak.
"Itu warga yang pinjemin. Padahal sebelumnya kita tidak punya karpet dan untuk penerangan kita masih pakai sentir (lampu minyak tradisional). Cuma untuk masak kita masih pakai pawon (tungku), karena belum punya tabung gas untuk masak," tutur Tarsem.