Pulung -
Seperti situs-situs sejarah lainnya, situs bersejarah Makam Raden
Tumenggung Jayengrono tidak lepas dari mitos yang berkembang di
masyarakat setempat. Di makam ini terdapat berbagai mitos, salah satunya
mengenai makam tidak bisa menerima jenazah yang berasal dari luar
daerah Pulung Merdiko. Mitos ini dipercayai masyarakat hingga sekarang.
Menurut tetua setempat,
dahulu ada jenazah yang berasal dari luar daerah desa Pulung Merdiko
yang dimakamkan di Makam Jayengrono. Keesokan harinya, warga mendapati
makam tersebut seperti ada yang membongkar. Setelah berkonsultasi
dengan sesepuh desa Pulung
Merdiko, akhirnya jenazah tersebut di pindah ke makam yang lain. Hingga
sekarang, yang dimakamkan di makam ini adalah warga keturunan desa
Pulung Merdiko.
“tirose
tiyang sepuh niku, sing dimakamne ten mriki niki kedah warga desa
Pulung Merdiko mbak. Liyane mboten saget nampi, mboten pareng. Lha wong
dibongkar malih lho bibar dikubur niku. (katanya orang tua dahulu
itu mbak, yang dimakamkan di sini ini harus warga desa Pulung Merdiko.
Lainnya tidak bisa menerima, tidak boleh. Setelah dikubur itu dibongkar
lagi),” cerita salah satu warga di yang ditemui di depan Makam Jayengrono.
“jarene wong-wong ujud’e Eyang Jayengrono ki macan, mbak. Macan putih. Mulane iso ngeruk makam (katanya orang-orang, wujudnya Eyang Jayengrono itu macan putih. Makanya bisa membongkar tanah makam.),” imbuhnya.
Namun, mitos ini belum bisa
sepenuhnya dibenarkan karena mitos ini masih sebatas kepercayaan para
orang tua di desa Pulung Merdiko.
Selain itu, merebak
kepercayaan di masyarakat bahwa jika dari awal memiliki niat berziarah
ke makam Raden Tumenggung Jayengrono I, peziarah harus berjalan jongkok
dari depan makam hingga tepat di pesarean Raden Tumenggung Jayengrono.
Mitos ini diluruskan oleh juru kunci makam, bahwa hal ini merupakan
persoalan etika.
“Ya enggak mbak kalau
jongkok dari depan. Istilahnya itu ya menjaga sopan santun saja. Jadi
jalan jongkoknya kalau sudah dekat dengan makam saja, seperti sini sama
situ.” kata Pak Saroso sambil menunjuk jarak sekitar 1 meter di
depannya.
Mitos boleh saja kita
dipercaya dan boleh tidak. Hanya saja, sebagai manusia yang selalu hidup
berdampingan, kita harus bijaksana membawa diri dimanapun berada